Rabu, 25 Maret 2009

Pasar Berjalan

Tiap ba'da subuh,setelah adzan berkumandang dan selesai shalat berjama'ah,segera terdengar seruan berkumandang dari seorang perempuan paruh baya,Sarah namanya,menjajakan barang dagangannya berupa sayur mayur,bumbu-bumbu dapur dan berbagai macam ikan laut melewati sepanjang gang sebelah rumah.Suaranya yang khas akan segera dikenali oleh ibu-ibu seputar kampoeng Cijawagede dan sekitarnya dan bagaikan pelita dikegelapan yang akan dikerumuni bermacam serangga,seperti itulah kehadiran seorang "Sarah".

Begitu cerdasnya ia memilih waktu untuk menjajakan dagangannya sehingga tidak berapa lama kemudian sekitar jam 08.00 habis sudah semua dagangannya.Ia bukan seorang yang berpendidikan tinggi,bukan keluaran institusi pendidikan marketing apalagi jebolan akademi dan universitas luar negeri.Tapi perhitungannya dalam memilih waktu untuk berdagang,ketepatan dan kecermatannya dalam memasarkan barang-barang dagangannya,itu semua dia dapat dari pengalaman berdagang selama ini yang tidak akan pernah didapatkan di bangku perkuliahan manapun di seantero jagad ini.Metodologi pemasarannya yang "jemput bola"telah menempatkan posisi dirinya direlung hati tersendiri bagi para ibu-ibu di kawasan tersebut. Harga-harga kebutuhan pokok dapur yang ditawarkan benar-benar "miring"jika dibandingkan dengan harga-harga di warung-warung setempat yang mulai membuka dagangannya setelah waktu dhuha.Metoda transportasi dagangannya dari satu rumah ke rumah yang lainnya pun benar-benar konvensional.Cukup dengan membungkus berbagai macam dagangannya dengan plastik kresek,dia pindahkan bungkus demi bungkus dagangan tersebut dari satu tempat ke tempat yang lainnya.Takutkah ia akan kehilangan bungkusan dagangan yang ia tinggalkan sementara ia memindahkan bungkusan yang lainnya? Tidak!.Ia begitu percaya diri untuk menaruh bungkusan dagangannya di pinggiran jalan,selagi ia mengedarkan bungkusan-bungkusan yang lainnya.Secara logika,peluang untuk kehilangan barang dagangan sangat-sangat besar.Bagaimana tidak.Waktunya masih pagi-pagi,ditaruh dipinggiran jalan yang setiap pengguna jalan tersebut pasti melihat tumpukan bungkusan-bungkusan dagangan tersebut.Pernah suatu saat dia kehilangan sebagian barang dagangannya.Apa kata dia? "Yach memang belum rejeki saya,mau diapain lagi.Kurang sedekah kali saya?".Begitu menerimanya dia akan peristiwa tersebut.Tanpa kemarahan,kekecewaan dan dia tidak mempedulikan lagi kejadian itu.Dan dia langsung beraktifitas seperti sediakala tanpa harus meratapi kerugian yang di alami.Tidak ada istilah "seandainya", seandainya barang dagangan tidak ditinggal,seandainya dia memakai sarana transportasi yang memadai, dan seribu satu seandainya lagi dia tinggalkan.Luar biasa.Mungkin ia tidak sadar bahwa apa yang dilakukannya itu adalah bentuk pengamalan ibadah yang sebenarnya dari ajaran agama yang diyakininya selama ini.Bahwa dengan tidak berandai-andai,ia telah menutup pintu kesempatan bagi syetan untuk membisikkan keragu-raguan dalam hatinya.Ia begitu pasti meyakini bahwa apa yang dia kerjakan selama ini kalau memang "jodoh"rejekinya tidak akan kemana-mana. Begitu enjoynya ia menikmati kehidupan.Bagaikan aliran air yang mengalir dan pasti akan menuju pada muaranya. Tanpa harus berkoar-koar,mengumbar kata "legowo" disana-sini sebagai jargon promosi dagangannya, ia menjalani hidup apa adanya. Bukan berarti dia tidak memikirkan tentang kemajuan usahanya ini, bukan.Ia tetap berikhtiar agar dagangannya menjadi lebih maju baik dari kualitas maupun kuantitasnya. Itu sudah terpatri didalam sanubarinya dan telah menyiapkan jurus-jurus untuk mewujudkan "cita-citanya" itu.Dia punya prinsip bahwa "esok harus lebih baik dari sekarang".Padahal dia belum pernah baca hadist Nabi Muhammad Saw yang begitu adiluhung penuh dengan sejuta makna :Bahwa orang yang keadaanya hari ini sama dengan kemarin adalah orang yangrugi,sementara orang yang hari ini lebih baik dari kemarin adalah orang yang beruntung ,dst.Di sisi lain ia juga telah meletakkan pondasi yang kokoh untuk mengantisipasi keadaan -keadaan buruk yang mungkin akan terjadi.Ia tidak mau berandai-andai tapi dia tidak apriori terhadap teori kemungkinan.Begitu luas dan dalam wawasan seorang "Sarah". Hingga hari ini dia masih melakukan rutinitasnya tanpa pernah merasa bosan dan senantiasa
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar